JAKARTA – Komoditas sawit menjadi salah satu penyelamat perekonomian nasional di tengah pandemi COVID-19. Industri kelapa sawit tak terpengaruh pandemi bahkan menunjukkan peningkatan ekspor ke luar negeri dan menjadi penyumbang terbesar devisa negara.
Indonesia sebagai produsen minyak sawit utama menguasai 55% pangsa pasar dunia. Selain menjadi penyumbang devisa negara, industri kelapa sawit juga terbukti berkontribusi menuntaskan kemiskinan dengan menciptakan 16 juta lapangan pekerjaan baru di Tanah Air.
“Industri kelapa sawit nasional telah menunjukkan ketahanannya di tengah pandemi. Saat banyak sektor ekonomi terdampak pandemi COVID-19, industri sawit konsisten menjadi penyumbang devisa negara dan membuat surplus perdagangan,” ujar Anggota Komisi IV DPR RI dan Fraksi Partai Golongan Karya, Alien Mus dalam keterangannya, Selasa (9/3/2021).
Ia mengatakan komoditas kelapa sawit juga terus menopang pengembangan ekonomi nasional. Operasional perkebunan sawit selama pandemi tetap berjalan dengan protokol kesehatan. Sebanyak 16 juta pekerja di sektor sawit tetap memiliki pekerjaan dan penghasilan di tengah kelesuan ekonomi sepanjang 2020.
“Dari data yang saya peroleh, kelapa sawit berkontribusi terhadap 3,5% pertumbuhan ekonomi nasional,” ujar pria yang juga Ketua DPD Partai Golkar Maluku Utara itu, sebagaimana dilansir detikfinance.
Di tahun 2017 Indonesia mengekspor 31 juta ton kelapa sawit dan mendulang devisa hampir US$ 23 miliar (Rp 317 triliun) atau 13% dari nilai keseluruhan ekspor Indonesia. Jumlah ini lebih tinggi kontribusi ekspor minyak dan gas yang ‘hanya’ 9% atau senilai US$ 15,7 miliar (Rp 217 triliun). Sepanjang tahun 2020, ekspor dari sektor pertanian dan industri di Indonesia dapat tumbuh positif masing-masing sebesar 14% dan 2,94%.
“Hal ini juga ditopang oleh sektor perkebunan kelapa sawit,” tambahnya.
Selain itu industri kelapa sawit juga mendukung program biodiesel (B30) pemerintah pada tahun 2021 dengan target alokasi penyaluran sebesar 9,2 juta KL. B30 juga sukses menjaga stabilitas harga CPO (crude palm oil). Selain itu juga menyediakan energi baru dan terbarukan serta mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap energi fosil dan minyak bumi.
“Program B30 juga telah berkontribusi dalam upaya penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) sekitar 23,3 juta ton karbondioksida di tahun 2020. Ini berkat Indonesia yang memiliki kebun sawit sekitar 16,3 juta hektare yang menyerap sekitar 2,2 miliar ton CO2 dari udara setiap tahun,” tambahnya.
Perkebunan kelapa sawit yang tersebar di 190 kabupaten di Indonesia juga memberikan dampak positif terhadap perekonomian daerah. Menurutnya ini membuat industri kelapa sawit berpengaruh positif serta signifikan terhadap perekonomian daerah.
Kelapa sawit juga menjadi komoditas paling produktif penyumbang 42% dari total suplai minyak nabati dunia, padahal total penggunaan lahan hanya 5% membuat kelapa sawit dinilai sangat efektif. Data tahun 2019 dari International Union for Conservation of Nature (IUCN) menunjukkan setiap produksi satu ton minyak nabati, kelapa sawit hanya membutuhkan lahan seluas 0,26 hektare, lebih kecil dari sumber minyak nabati lain seperti bunga matahari dan kedelai.
Sementara itu pertumbuhan permintaan minyak nabati dunia meningkat 8,5 juta metrik ton setiap tahun. Peningkatan ekspor nasional didukung pula oleh kenaikan harga komoditas CPO di pasar internasional. Ini membuat kinerja ekspor Indonesia makin baik dari CPO.
“Berkat harga kelapa sawit yang stabil, kesejahteraan petani kelapa sawit di Indonesia terbantu. Industri sawit menjadi sektor strategis yang perlu dikawal oleh seluruh masyarakat,” pungkasnya.
Sementara itu menurut Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto, minyak kelapa sawit dan turunannya mengalami peningkatan nilai ekspor menjadi US$ 17,36 miliar (10,63%) selama tahun 2020. Bahkan menjadi kontributor utama ekspor Indonesia.***