JAKARTA_Kehadiran lembaga pengelola investasi (LPI) yang diberi nama Indonesia Investment Authority (INA) atau dana abadi diharapkan bisa memberikan alternatif sumber pembiayaan lain sehingga mengurangi ketergantungan pada utang. Sebelum ada LPI, pemerintah mengandalkan dana anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dan pinjaman bilateral.
“Besaran biaya ini tentu bergantung pada risiko yang dihadapi. Namun, hadirnya LPI ini diharapkan dapat memberikan alternatif sumber pembiayaan lain sehingga mengurangi ketergantungan pada utang,” ujar Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Puteri Anetta Komaruddin.
Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)-Ma’ruf Amin siap meluncurkan LPI yang akan menjadi alternatif pembiayaan pembangunan di dalam negeri. Pemerintah sudah aktif mengundang investor untuk membenamkan dananya di Nusantara.
Langkah itu nantinya perlu diimbangi dengan transparansi. Pada tahap awal, pemerintah ingin menggunakan dana LPI untuk pembangunan infrastruktur. Sebagai modal pemerintah akan membenamkan fulus sebesar Rp75 triliun.
Puteri Anetta mengatakan, LPI memiliki potensi yang besar untuk memperluas pembiayaan pada sektor-sektor lain, seperti pariwisata, teknologi, dan EBT. Tentu saja, hal tersebut dengan memperhatikan kelayakan bisnis dan profil risiko setiap proyek.
Muncul pertanyaan, apakah skema LPI lebih murah dari pinjaman bilateral. Sebab, investor pasti menginginkan keuntungan yang besar dari fulus yang ditanam di Indonesia. Berdasarkan PP Nomor 74 Tahun 2020, LPI diberikan kewenangan untuk menerima pinjaman.
Politisi Partai Golkar itu lebih mendorong LPI untuk menggali sumber pendanaan yang murah dan kompetitif. Kehadiran LPI tentu akan menggeser penggunaan dana APBN yang selama ini menjadi motor pembangunan.
“Tentu diharapkan dapat membantu meringankan beban APBN untuk pembangunan infrastruktur fisik yang menjadi proyek strategis nasional. Dengan begitu, belanja APBN pun dapat diprioritaskan untuk mencapai target pembangunan lainnya, seperti peningkatan kualitas kesehatan, sumber daya manusia (SDM), dan akselerasi pemulihan ekonomi,” terangnya, sebagaimana dilansir sindonews.com.
Investasi akan datang jika pengelolaannya baik dan transparan. Apalagi, ada contoh LPI di luar negeri yang gagal dan diselimuti masalah korupsi, yakni IMDB milik Malaysia. Puteri Anetta menyatakan, struktur organisasi dan payung hukum LPI sudah kuat untuk mendukung operasionalnya.
Ke depan, dia menegaskan aspek kepatuhan, tata kelola yang baik, dan mitigasi risiko atas pengelolaan investasi harus menjadi perhatian utama. “Diserta mekanisme audit dan pengawasan yang lebih ketat, begitu pula dengan penerapan prinsip kehati-hatian, transparansi dan akuntabilitas wajib dijalankan,” pungkasnya.***